Krisna




PRABU KRESNA yang waktu mudanya bernama Narayana, adalah putra Prabu Basudewa, raja negara Mandura dengan permaisuri Dewi Mahendra/Maekah (Jawa).
Prabu Kresna lahir kembar bersama kakaknya, Kakrasana, dan mempunyai adik lain ibu bernama Dewi Sumbadra/Dewi Lara Ireng, putri Prabu Basudewa dengan permaisuri Dewi Badrahini.
Prabu Kresna juga mempunyai saudara lain ibu bernama Arya Udawa, putra Prabu Basudewa dengan Ken Sagupi, seorang swarawati keraton Mandura.
Prabu Kresna adalah titisan Sanghyang Wisnu yang terakhir.
Selain sangat sakti dan dapat bertiwikrama, ia juga mempunyai pusaka-pusaka sakti, antara lain; Senjata Cakra, Kembang Wijayakusuma, Terompet/Sangkala Pancajahnya, Kaca paesan, Aji Pameling dan Aji Kawrastawan.
Prabu Kresna mendapat negara Dwarawati setelah mengalahkan Prabu Narasinga, kemudian naik tahta bergelar Prabu Sri Bathara Kresna.
Prabu Kresna mempunyai 4 (empat) orang permaisuri :

1.Dewi Jembawati, putri Resi Jembawan dengan Dewi Trijata dari
pertapaan Gadamadana, berputra ; Samba dan Gunadewa (berwujud
kera).

2.Dewi Rukmini, putri Prabu Bismaka/Arya Prabu Rukma dengan Dewi
Rumbini dari negara Kumbina, berputra: Saradewa (berwujud
raksasa), Partadewa dan Dewi Titisari/Sitisari.

3.Dewi Setyaboma, putri Prabu Setyajid/Arya Ugrasena dengan Dewi
Wersini, dari negara Lesanpura, berputra ; Arya Setyaka.

4.Dewi Pratiwi, istri turunan sebagai titisan Sanghyang Wisnu, putri
Nagaraja dari Sumur Jalatunda, berputra ; Bambang Sitija dan Dewi
Siti Sundari.
Setelah meninggalnya Prabu Baladewa/Resi Balarama, kakaknya, dan musnahnya seluruh Wangsa Yadawa, Prabu Kresna menginginkan moksa. Prabu Kresna wafat dalam keadaan bertapa dengan perantaraan panah seorang pemburu bernama Ki Jara yang mengenai kakinya.

 PRABU KRESNA
Sesudah menjadi raja Nayarana bernama Prabu Harimurti dan Padmanaba karena ia adalah titisan Begawan Padmanaba. Bernama juga Prabu Dwarawati, oleh karena ia menjadi raja negara Dwarawati. Akhirnya bernama pula Kresna, berhubung dengan kulitnya yang hitam dan disamping itu masih terdapat nama-nama lainnya.
Ia dapat bertakhta di Dwarawati, oleh karena berhasil mengalahkan seorang raja raksasa bernama Prabu Kunjana Kresna dari negara
Dwarawati dan nama Kresna itu dipakainya juga sendiri dan menjadilah ia Prabu Kresna.
Prabu Kresna adalah pengasuh atau disebut juga dalang Pendawa, yakni seorang orang yang menjalankan siasat kenegaraan, peperangan dan lain-lain.
Prabu Kresna mempunyai senjata bernma Cakra. Sebuah senjata yang hanya bisa dikuasai oleh seorang orang titisan Wisnu. Prabu Kresna memiliki pula azirnat Kembang Wijayakusuma untuk menghidupkan kembali seseorang yang mati selagi belum takdirnya baginya untuk mati.
Di dalam perang Baratayuda, Sri Kresna berdaya upaya untuk kemenangan Pendawa. Usia Prabu Kresna lanjut hingga mengalami jaman sesudah Perang Baratayuda.
Sri Kresna mempunyai empat orang permaisuri: 1. Dewi Jembawati, anak seorang pendeta kera, Kapi Jembawan dari pertapaan Gadamedana, berputra Raden Samba, 2. Dewi Rukmini, putri Prabu Rukma, raja negara Lesanpura, berputra putri, Dewi Sitisundari, 3. Dewi Setyaboma, putri Prabu Setyajid, raja negara Lesanpura, berputra Raden Setyaka dan 4. Dewi Pretiwi, putri Hyang Antaboga, berputra Prabu Bomanarakasura.
Prabu Kresna bisa bertiwikrama (berganti rupa menjadi raksasa maha besar). Di dalam lakon Kresnagugah, dalam mana Kresna dibangunkan selagi ia sedang tidur berupa raksasa dengan memegang senjata cakra, yakni senjata yang menandakan, bahwa Kresna adalah titisan Wisnu.
Di dalam cerita ini diriwayatkan, bahwa barang siapa dapat membangunkan Sri Kresna yang sedang tidur itu, ia akan menang kelak dalam perang Baratayuda. Maka berusaha membangunkanlah baik pihak Korawa maupun pihak Pendawa. Usaha Korawa sia-sia belaka. Kenyataannya ialah, bahwa jiwa Kresna telah meninggalkan badan kasarnya dan telah naik ke Kahyangan untuk berunding dengan para Dewa perihal Baratayuda kelak.
Hanya Arjunalah yang bisa menyusul ke Kahyangan. Jiwa Kresna kembali di dalam tubuh yang berupa raksasa itu terbangunlah Prabu Kresna dari tidurnya.
Terbukti kemudian di dalam perang Baratayuda pihak Pendawalah yang menang.
Wayang Prabu Kresna yang dimankan di waktu sore ialah yang bermuka hitam dan seluruh badannya berpraba dan yang dimainkan di waktu pagi ialah yang seluruh badannya bercat hitam.
Prabu Kresna berwanda: 1. Gendreh, karangan Sri Sultan Agung di Mataram, 2. Rondon dan 3. Mawur.
Bagi seorang dalang mewayangkan Nayarana atau Prabu Kresna termasuk pekerjaan yang paling sukar, oleh karena di dalam kata-kata yang diucapkan kedua tokoh itu harus dapat dirasakan kebijaksanaannya dan selain bijaksana kata-katanva harus jenaka pula dan kejenakaan yang dibawakan bukan kejenakaan pelawak, melainkan kejenakaan orang bijaksana, atau mungkin dapat disebut juga lucon halus. Misalnya Sri Kresna menjawab pertanyaan Prabu Suyudana yang selalu berbelit belit sebagai berikut: “Ah, dalam merundingkan soal yang sulit ini, jangan kita berbuat tawar-menawar seperti orang belanja di pasar.” Kejenakaan ini bukan kejenakaan seorang pelawak, melainkan sabda Seorang raja yang bisa jenaka juga.
Banyak dalang menghabis-habiskan waktu dalam mewayangkan Nayarana atau Prabu Kresna, karena asyiknya memerankan kedua tokoh itu, apabila kalau Nayarana atau Prabu Kresna bertemu dengan seorang putri, pertemuan mana memungkinkan adanya suatu dialog yang menarik dan yang bisa membikin senang para penonton.

Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka - 1982